16.2. IBADAH HAJI PERPISAHAN

BAGIAN KEDUAPULUHSEMBILAN
IBADAH HAJI PERPISAHAN 
[Tulisan 2 Dari 2]


Dalam ibadah haji ada suatu manasik (upacara) yang dalam hal ini Nabi ‘a.s. adalah contoh bagi umat Islam. Begitu orang mengetahui benar Nabi telah menetapkan akan pergi haji dan mengajak mereka ikut serta, tersiarlah ajakan itu ke segenap penjuru semenanjung. Beribu-ribu orang datang ke Medinah dari segenap penjuru: dari kota-kota dan dari pedalaman, dari gunung-gunung dan dari sahara, dari semua pelosok tanah Arab yang membentang luas, yang sekarang sudah bersinar dengan cahaya Tuhan dan cahaya Nabi yang mulia itu. Di sekitar kota Medinah sudah pula dipasang kemah-kemah untuk seratus ribu orang atau lebih, yang datang memenuhi seruan Nabi, Rasulullah s.a.w. Mereka datang sebagai saudara untuk saling kenal-mengenal, mereka dipertalikan semua oleh rasa kasih-sayang, oleh keikhlasan hati dan oleh ukhuah islamiah, yang dalam tahun-tahun sebelum itu mereka saling bermusuhan. Manusia yang berjumlah ribuan itu kini sedang melihat-lihat kota, masing-masing dengan bibir tersenyum, dengan wajah yang cerah dan berseri-seri. Berkumpulnya mereka itu menggambarkan adanya suatu kebenaran yang telah mendapat kemenangan, Nur Ilahi telah tersebar luas, yang membuat mereka semua teguh bersatu seperti sebuah bangunan yang kukuh.

Pada 25 Zulkaedah tahun kesepuluh Hijrah Nabi berangkat dengan membawa semua isterinya, masing-masing dalam hodahnya. Ia berangkat dengan diikuti jumlah manusia yang begitu melimpah - penulis-penulis sejarah ada yang menyebutkan 90.000 orang dan ada pula yang menyebutkan 114.000 orang. Mereka berangkat dibawa oleh iman, jantung mereka penuh kegembiraan, penuh keikhlasan, menuju ke Baitullah yang suci. Mereka hendak menunaikan kewajiban ibadah haji besar.

Bilamana mereka sampai di Dhu’l-Hulaifa, mereka berhenti dan tinggal selama satu malam di sana. Keesokan harinya, bila Nabi sudah mengenakan pakaian ihram kaum Muslimin yang lain juga memakai pakaian ihram. Mereka semua masing-masing mengenakan kain selubung bagian bawah dan atas. Mereka berjalan semua dengan pakaian yang sama, yaitu pakaian yang sangat sederhana. Dengan demikian mereka telah melaksanakan suatu persamaan dalam arti yang sangat jelas.

Dengan seluruh kalbu Muhammad telah menghadapkan diri kepada Tuhan dengan mengucapkan talbiah yang diikuti pula oleh kaum Muslimin dari belakang: “Labbaika Allahumma labbaika, labbaika la syarika laka labbaika. Alhamdu lillah wan-ni’matu wa’sy-syukru laka labbaika. Labbaika la syarika laka labbaika.” (“Kupenuhi panggilanMu, ya Allah, kupenuhi panggilanMu. Kupenuhi panggilanMu. Tiada bersekutu Engkau. Kupenuhi panggilanMu. Puji, nikmat dan syukur kepunyaanMu. Kupenuhi panggilanMu, kupenuhi panggilanMu, tiada bersekutu Engkau. Kupenuhi panggilanMu.”)

Lembah-lembah dan padang sahara bersahut-sahutan menyambut seruan ini, semua turut berseru dengan penuh iman. Ribuan, ya puluhan ribu kafilah itu menyusuri jalan antara Madinat’r-Rasul dengan Kota Mesjid Suci. Ia berhenti pada setiap mesjid, menunaikan kewajiban sambil menyerukan talbiah, sebagai tanda taat dan syukur atas nikmat Allah. Dengan penuh kesabaran ia menantikan saat ibadah haji akbar itu tiba. Dengan hati rindu, dengan jantung berdetak penuh cinta akan Baitullah. Padang-padang pasir seluruh jazirah, gunung-gunung, lembah-lembah dan padang tanaman yang segar menghijau, terkejut mendengarnya, dengan kumandangnya yang bersahut-sahutan; suatu hal yang belum pernah dikenal, sebelum Nabi yang ummi ini, Rasul dan Hamba Allah ini datang memberkahinya.

Tatkala rombongan itu sampai di Sarif - suatu tempat antara jalan Mekah dengan Medinah - Muhammad berkata kepada sahabat-sahabatnya:

“Barangsiapa diantara kamu tidak membawa binatang kurban dan ingin menjadikan (ihram) ini sebagai umrah, lakukanlah; tetapi yang membawa binatang kurban jangan.”

Bilamana jamaah haji sudah sampai di Mekah pada hari keempat Zulhijjah, Nabi cepat-cepat menuju Ka’bah diikuti oleh kaum Muslimin yang lain. Kemudian ia menyentuh hajar aswad dan menciumnya, lalu bertawaf di Ka’bah sebanyak tujuh kali dan pada tiga kali yang pertama ia berlari-lari seperti yang dilakukan pada waktu ‘umrat’l-qadza’. Setelah melakukan salat di Maqam Ibrahim ia kembali dan sekali lagi mencium hajar aswad. Kemudian ia keluar dari mesjid itu menuju ke sebuah bukit di Shafa, lalu melakukan sa’i antara Shafa dan Marwa. Selanjutnya Muhammad berseru supaya barangsiapa tidak membawa ternak kurban untuk disembelih, jangan terus mengenakan pakaian ihram. Ada beberapa orang yang masih ragu-ragu. Atas sikap yang masih ragu-ragu ini Nabi marah sekali seraya katanya

“Apa yang kuperintahkan, lakukanlah.”

Dalam keadaan masih gusar itu Nabi memasuki kubahnya, sehingga Aisyah bertanya:

“Kenapa jadi marah?”
“Bagaimana takkan marah, aku memerintahkan sesuatu tidak dijalankan.”

Ketika ada salah seorang sahabat menemuinya ia masih dalam keadaan marah.

“Rasulullah,” katanya, “orang yang membuat tuan jadi marah akan masuk neraka.”

Ketika itu Rasul menjawab:

“Tidak kau ketahui, bahwa aku memerintahkan sesuatu kepada mereka tapi mereka masih ragu-ragu? Jika aku menghadapi tugasku, aku takkan pernah mundur! Aku tidak membawa ternak kurban itu kemari sebelum aku membelinya. Sesudah itu aku melepaskan ihram seperti mereka juga,” demikian Muslim melaporkan.

Setelah kaum Muslimin mengetahui, bahwa Rasulullah sampai marah, ribuan mereka segera melepaskan pakaian ihramnya dengan perasaan menyesal sekali. Juga isteri-isteri Nabi, Fatimah puterinya seperti yang lain juga melepaskan pakaian ihramnya. Yang masih mengenakan ihram hanya mereka yang membawa ternak kurban.

Sementara kaum Muslimin sedang menunaikan ibadah haji, Ali pun kembali dari ekspedisinya ke Yaman. Ia sudah mengenakan pula pakaian ihram sebagai persiapan pergi haji setelah diketahuinya bahwa Rasulullah memimpin jamaah berhaji. Ketika ia menemui Fatimah dan dilihatnya sudah melepaskan kain ihram, hal itu ditanyakannya. Fatimah menerangkan bahwa Nabi menmerintahkan mereka supaya melepaskan ihram itu waktu umrah. Ia pun segera pergi menemui Nabi, hendak melaporkan hasil perjalanannya ke Yaman. Selesai laporan itu Nabi berkata:

“Pergilah bertawaf di Ka’bah kemudian lepaskan ihrammu seperti teman-temanmu yang lain.”
“Rasulullah”’ kata Ali, “saya sudah mengucapkah ihlal seperti yang tuan ucapkan.”4.
“Kembalilah dan lepaskan ihrammu seperti dilakukan teman-temanmu yang lain,” kata Nabi lagi.
“Rasulullah,” demikian Ali berkata, “ketika saya mengenakan ihram, saya sudah berkata begini: Allahumma Ya Allah, saya berihlal seperti yang dilakukan oleh NabiMu, HambaMu dan RasulMu Muhammad.”

Nabi bertanya, kalau-kalau dia sudah mempunyai binatang kurban. Setelah oleh Ali dijawab tidak, Muhammad membagikan binatang kurban yang dibawanya itu kepada Ali. Dengan demikian Ali tetap mengenakan ihram dan melakukan manasik haji akbar sampai selesai.

Pada hari kedelapan Zulhijjah, yaitu Hari Tarwia, Muhammad pergi ke Mina. Selama sehari itu sambil melakukan kewajiban salat ia tinggal dalam kemahnya itu. Begitu juga malamnya, sampai pada waktu fajar menyingsing pada hari haji. Selesai salat subuh, dengan menunggang untanya al-Qashwa’ tatkala matahari mulai tersembul ia menuju arah ke gunung ‘Arafat. Arus-manusia dari belakang mengikutinya. Bilamana ia sudah mendaki gunung itu dengan dikelilingi oleh ribuan kaum Muslimin yang mengikuti perjalanannya - ada yang mengucapkan talbiah, ada yang bertakbir, sambil ia mendengarkan mereka itu, dan membiarkan mereka masing-masing.

Di Namira, sebuah desa sebelah timur ‘Arafat, telah pula dipasang sebuah kemah buat Nabi, atas permintaannya. Bila matahari sudah tergelincir, dimintanya untanya al-Qashwa, dan ia berangkat lagi sampai di perut wadi di bilangan ‘Urana. Di tempat itulah manusia dipanggilnya, sambil ia masih di atas unta, dengan suara lantang; tapi sungguhpun begitu masih diulang oleh Rabi’a b. Umayya b. Khalaf. Setelah mengucapkan syukur dan puji kepada Allah dengan berhenti pada setiap anak kalimat ia berkata, “Wahai manusia sekalian!5 perhatikanlah kata-kataku ini! Aku tidak tahu, kalau-kalau sesudah tahun ini, dalam keadaan seperti ini, tidak lagi aku akan bertemu dengan kamu sekalian.

“Saudara-saudara! Bahwasanya darah kamu dan harta-benda kamu sekalian adalah suci buat kamu, seperti hari ini dan bulan ini yang suci sampai datang masanya kamu sekalian menghadap Tuhan. Dan pasti kamu akan menghadap Tuhan; pada waktu itu kamu dimintai pertanggung-jawaban atas segala perbuatanmu. Ya, aku sudah menyampaikan ini!

“Barangsiapa telah diserahi amanat, tunaikanlah amanat itu kepada yang berhak menerimanya.
“Bahwa semua riba sudah tidak berlaku. Tetapi kamu berhak menerima kembali modalmu. Janganlah kamu berbuat aniaya terhadap orang lain, dan jangan pula kamu teraniaya. Allah telah menentukan bahwa tidak boleh lagi ada riba dan bahwa riba ‘Abbas b. ‘Abd’l-Muttalib semua sudah tidak berlaku.

“Bahwa semua tuntutan darah selama masa jahiliah tidak berlaku lagi, dan bahwa tuntutan darah pertama yang kuhapuskan ialah darah Ibn Rabi’a bin’l Harith b. ‘Abd’l-Muttalib!

“Kemudian daripada itu saudara-saudara.5. Hari ini nafsu setan yang minta disembah di negeri ini sudah putus buat selama-lamanya. Tetapi, kalau kamu turutkan dia walau pun dalam hal yang kamu anggap kecil, yang berarti merendahkan segala amal perbuatanmu, niscaya akan senanglah dia. Oleh karena itu peliharalah agamamu ini baik-baik.

“Saudara-saudara. Menunda-nunda berlakunya larangan bulan suci berarti memperbesar kekufuran. Dengan itu orang-orang kafir itu tersesat. Pada satu tahun mereka langgar dan pada tahun lain mereka sucikan, untuk disesuaikan dengan jumlah yang sudah disucikan Tuhan. Kemudian mereka menghalalkan apa yang sudah diharamkan Allah dan mengharamkan mana yang sudah dihalalkan.

“Zaman itu berputar sejak Allah menciptakan langit dan bumi ini. Jumlah bilangan bulan menurut Tuhan ada duabelas bulan, empat bulan di antaranya ialah bulan suci, tiga bulan berturut-turut dan bulan Rajab itu antara bulan Jumadilakhir dan Sya’ban.

“Kemudian daripada itu, saudara-saudara.5. Sebagaimana kamu mempunyai hak atas isteri kamu, juga isterimu sama mempunyai hak atas kamu. Hak kamu-atas mereka ialah untuk tidak mengijinkan orang yang tidak kamu sukai menginjakkan kaki ke atas lantaimu, dan jangan sampai mereka secara jelas membawa perbuatan keji. Kalau sampai mereka melakukan semua itu Tuhan mengijinkan kamu berpisah tempat tidur dengan mereka dan boleh memukul mereka dengan suatu pukulan yang tidak sampai mengganggu. Bila mereka sudah tidak lagi melakukan itu, maka kewajiban kamulah memberi nafkah dan pakaian kepada mereka dengan sopan-santun. Berlaku baiklah terhadap isteri kamu, mereka itu kawan-kawan yang membantumu, mereka tidak memiliki sesuatu untuk diri mereka. Kamu mengambil mereka sebagai amanat Tuhan, dan kehormatan mereka dihalalkan buat kamu dengan nama Tuhan.

“Perhatikanlah kata-kataku ini, saudara-saudara5. Aku sudah menyampaikan ini. Ada masalah yang sudah jelas kutinggalkan ditangan kamu, yang jika kamu pegang teguh, kamu takkan sesat selama-lamanya - Kitabullah dan Sunnah Rasulullah.

“Wahai Manusia sekalian!5 Dengarkan kata-kataku ini dan perhatikan! Kamu akan mengerti, bahwa setiap Muslim adalah saudara buat Muslim yang lain, dan kaum Muslimin semua bersaudara. Tetapi seseorang tidak dibenarkan (mengambil sesuatu) dari saudaranya, kecuali jika dengan senang hati diberikan kepadanya. Janganlah kamu menganiaya diri sendiri.

“Ya Allah! Sudahkah kusampaikan?”

Sementara Nabi mengucapkan itu Rabi’a mengulanginya kalimat demi kalimat, sambil meminta kepada orang banyak itu menjaganya dengan penuh kesadaran. Nabi juga menugaskan dia supaya menanyai mereka misalnya: Rasulullah bertanya “hari apakah ini? Mereka menjawab: Hari Haji Akbar! Nabi bertanya lagi: “Katakan kepada mereka, bahwa darah dan harta kamu oleh Tuhan disucikan, seperti hari ini yang suci, sampai datang masanya kamu sekalian bertemu Tuhan.”

Setelah sampai pada penutup kata-katanya itu ia berkata lagi:

“Ya Allah! Sudahkah kusampaikan?!”

Maka serentak dari segenap penjuru orang menjawab: “Ya!”

Lalu katanya:

“Ya Allah, saksikanlah ini!”
Selesai Nabi mengucapkan pidato ia turun dari al-Qashwa’ - untanya itu. Ia masih di tempat itu juga sampai pada waktu sembahyang lohor dan asar. Kemudian menaiki kembali untanya menuju Shakharat. Pada waktu itulah Nahi a.s. membacakan firman Tuhan ini kepada mereka:

“Hari inilah Kusempurnakan agamamu ini untuk kamu sekalian dengan Kucukupkan NikmatKu kepada kamu, dan yang Kusukai Islam inilah menjadi agama kamu.” (Qur’an, 5: 3)

Abu Bakr ketika mendengarkan ayat itu ia menangis, ia merasa, bahwa risalah Nabi sudah selesai dan sudah dekat pula saatnya Nabi hendak menghadap Tuhan.

Setelah meninggalkan Arafat malam itu Nabi bermalam di Muzdalifa. Pagi-pagi ia bangun dan turun ke Masy’ar’l-Haram. Kemudian ia pergi ke Mina dan dalam perjalanan itu ia melemparkan batu-batu kerikil. Bila sudah sampai di kemah ia menyembelih 63 ekor unta, setiap seekor unta untuk satu tahun umurnya, dan yang selebihnya dari jumlah seratus ekor unta kurban yang dibawa Nabi sewaktu keluar dari Medinah - disembelih oleh Ali. Kemudian Nabi mencukur rambut dan menyelesaikan ibadah hajinya.

Dengan selesainya ibadah haji ini, ada orang yang menamakannya ‘Ibadah haji perpisahan’ yang lain menyebutkan ‘ibadah haji penyampaian’ ada lagi yang mengatakan ‘ibadah haji Islam.’6. Nama-nama itu memang benar semua. Disebut ‘ibadah haji perpisahan’ karena ini yang penghabisan kali Muhammad melihat Mekah dan Ka’bah. Dengan ‘ibadah haji Islam,’ karena Tuhan telah menyempurnakan agama ini kepada umat manusia dan mencukupkan pula nikmatNya. ‘Ibadah haji penyampaian’ berarti Nabi telah menyampaikan kepada umat manusia apa yang telah diperintahkan Tuhan kepadanya. Tiada lain Muhammad hanya memberi peringatan dan pembawa berita gembira kepada orang-orang beriman.

Catatan kaki:

4 Aslinya ‘Innani ahlaltu kama ahlalta,’ harfiah, Aku sudah ber-ihlal seperti tuan ber-ihlal: Dalam terminologi agama ‘Ihlal, meninggikan suara dengan talbiah’ (N). ‘Ahalla, ihlal berarti meninggikan suara dengan talbiah di waktu haji atau umrah secara berulangulang’ (LA) yang biasa dilakukan di miqat atau muhall, yaitu tempat yang telah ditentukan untuk memulai niat haji (A).
5 Aslinya Ayyuhan-nas, harfiah: “Wahai manusia!” (A).
6 Yakni ‘Hijjat’l-Wada’, ‘hijjat’l-balagh’ dan ‘hijjat’l-Islam , (A).




0 comments:

Post a Comment